Masril Karim – IndoPROGRESS https://indoprogress.com Media Pemikiran Progresif Fri, 27 Jun 2025 21:53:22 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.3 https://indoprogress.com/wp-content/uploads/2021/08/cropped-logo-ip-favicon-32x32.png Masril Karim – IndoPROGRESS https://indoprogress.com 32 32 Teror dan Militer dalam Kapitalisme: Perspektif Negara Polisi Global https://indoprogress.com/2025/06/teror-dan-militer-dalam-kapitalisme-perspektif-negara-polisi-global/ Fri, 27 Jun 2025 21:53:22 +0000 https://indoprogress.com/?p=239014 Ilustrasi: Flickr/Ahdieh Ashrafi


KEBEBASAN pers yang ditegakkan sejak Reformasi ternyata belum mampu memberikan apalagi menjamin keamanan para jurnalis. Bahkan secara umum kebebasan berpendapat itu sendiri belum sepenuhnya tegak. Buktinya, pihak yang mengalami kekerasan bukan hanya para buruh tinta, tapi juga aktivis, akademisi, dan warga biasa yang bersuara kritis. Ancaman terhadap suara-suara kritis masih terus berlangsung. Salah satu contoh terbaru adalah teror kepala babi dan bangkai tikus yang diterima wartawan Tempo

Sejak peristiwa itu mencuat, berbagai analisis telah bermunculan dengan macam-macam pendekatan. Namun sebagian besar hanya menyoroti aspek umum seperti kebebasan pers atau hak asasi manusia tanpa mengaitkannya dengan kerangka yang lebih besar, yakni struktur ekonomi-politik kapitalisme global. Kapitalisme membutuhkan negara sebagai polisi global guna memastikan stabilitas ekonomi dan sosial yang berpihak pada kepentingan mereka. Tulisan ini berupaya menyajikan itu: membaca kasus teror terhadap jurnalis, aktivis, dan akademisi sebagai bagian dari mekanisme kontrol atas narasi yang dianggap mengancam kepentingan ekonomi kapitalis.

Untuk mendukung argumen tersebut, tulisan ini akan mengacu pada teori “negara polisi global” (global police state) yang dikembangkan oleh William I. Robinson, profesor sosiologi di University of California, Santa Barbara, melalui buku The Global Police State (2020). Tulisan ini akan diawali dengan penjelasan mengenai konsep negara polisi global, kemudian menghubungkannya dengan berbagai teror yang terjadi.


Apa itu negara polisi global?

Menurut Robinson, konsep negara polisi global mencakup tiga proses yang saling berkaitan. Pertama, munculnya sistem kontrol sosial yang dirancang untuk mengawasi, mengatur, dan menekan masyarakat. Dalam sistem ini, represi dan kekerasan (termasuk perang) digunakan oleh elite untuk meredam potensi pemberontakan dari kelas pekerja global dan kelompok surplus (mereka yang dianggap tidak produktif atau tidak terakomodasi dalam struktur ekonomi kapitalis). Ketimpangan yang semakin menganga baik antarnegara (antara negara maju dan miskin) maupun di dalam negeri (antara kelas sosial) memperparah ketegangan politik. Ketika sistem gagal memberi ruang hidup bagi kelompok-kelompok ini, maka langkah-langkah represif diterapkan termasuk pembatasan mobilitas dengan membangun tembok perbatasan, deportasi, penahanan massal, dan pemisahan spasial. Pengawasan ketat oleh negara dan korporasi juga menjadi elemen penting untuk membungkam kritik dan protes, dilakukan melalui berbagai alat kekuasaan. Lebih jauh, sistem ini diperkuat dengan teknologi digital dan beragam inovasi hasil revolusi industri keempat. Ini memungkinkan terciptanya bentuk pengawasan dan penindasan yang kian canggih sekaligus mematikan.

Kedua, kian pentingnya peperangan, pengawasan, dan represi untuk akumulasi kapital terutama di tengah kemacetan pertumbuhan ekonomi. Robinson menyebut fenomena ini sebagai “akumulasi militer”, yakni akumulasi yang berlangsung dengan represi. Ketimpangan global yang ekstrem hanya bisa dipertahankan melalui mekanisme kontrol sosial dan kekerasan yang tersebar luas. Bahkan tanpa motif politik yang eksplisit, para elite kini memiliki kepentingan ekonomi langsung dengan perang, konflik, dan penindasan—sebab itu bisa menjadi sumber keuntungan. Ketika kekerasan dan perang yang semula dijalankan negara mulai diprivatisasi, kepentingan korporasi dan kelompok kapitalis mendorong pergeseran lanskap politik, sosial, dan ideologis ke arah yang justru memelihara konflik, misalnya yang terjadi di Timur Tengah.

Ketiga, Robinson menyoroti kecenderungan global yang pemerintahannya semakin menyerupai fasisme atau sistem totaliter dalam arti luas. Pengaruh partai dan gerakan neo-fasis, otoriter, serta populis sayap kanan tengah menguat di berbagai belahan dunia. Di Amerika Serikat, itu mewujud dalam trumpisme. Proyek fasisme abad ke-21 ini telah meraih kemajuan signifikan dalam merebut kekuasaan di sejumlah negara kapitalis. Mereka pun semakin menancapkan pengaruh di kehidupan sosial dengan nilai-nilai seperti misogini dan rasisme. Nilai-nilai ini menciptakan suasana yang melegitimasi kekerasan sistematis, terutama terhadap kelompok-kelompok yang terpinggirkan secara rasial, etnis, dan ekonomi. Meski demikian, keberhasilan proyek fasis ini bukanlah keniscayaan; keberlanjutannya sangat ditentukan oleh dinamika pertarungan kekuatan sosial dan politik dalam waktu dekat.

Singkatnya, esensi dari negara polisi global terletak pada mekanisme kontrol dan pengawasan yang menyeluruh. Ia berfungsi sebagai instrumen bagi kapitalisme dalam proses akumulasi kapital. Oleh karena itu, negara polisi global pada dasarnya merupakan cerita tentang bagaimana kaum miskin dan kelas pekerja dikendalikan dan ditekan untuk memastikan stabilitas yang hanya menguntungkan segelintir elite pemilik sumber daya ekonomi dan politik.


Militer sebagai alat kontrol dalam kapitalisme 

Negara polisi global mengandalkan militer sebagai instrumen untuk melindungi dan memperkuat kepentingan ekonomi kapitalis; militer menjadi penting untuk memperkuat kapasitas negara dalam hal pengawasan dan pengendalian warga. Ini menciptakan keterkaitan yang kuat antara institusi militer dan sektor ekonomi.

Di Indonesia, keterkaitan antara militer dan sektor-sektor ekonomi kapitalis tercermin jelas dalam studi terbaru yang dirilis oleh Agrarian Resource Center (ARC) pada tahun 2024 berjudul Kapitalisme Militer: Akumulasi Sumberdaya Ekonomi Militer melalui Perampasan Lahan. Studi ini menyoroti kasus perampasan lahan di wilayah pesisir Pantai Urutsewu oleh TNI Angkatan Darat untuk pertambangan pasir besi yang dijalankan oleh PT Mitra Niagatama Cemerlang (MNC). Kasus ini hanya satu contoh saja dari sekian banyak praktik keterlibatan tentara dalam proyek-proyek bisnis dan agenda akumulasi kapital.

Kemudian, dengan pengesahan revisi Undang-Undang TNI, peran tentara sebagai instrumen represi dan pengendalian sosial menjadi semakin besar. Hasilnya pun sudah tampak: penindasan terhadap pihak-pihak yang mengkritik atau memprotes kebijakan yang dianggap mengganggu kepentingan kapitalis meningkat. Peraturan baru itu harus dilihat bukan sebagai sekedar menimbulkan ketakutan akan kembalinya dwifungsi yang otoriter apalagi sekadar menyerap surplus perwira ke instansi-instansi sipil, melainkan untuk menegaskan bahwa negara memberi ruang besar kepada militer sebagai alat represi dan kendali dalam mempertahankan sistem kapitalis.

Telah banyak kasus yang menunjukkan bagaimana TNI (dan kepolisian) sering kali dijadikan alat oleh kepentingan kapitalis untuk melakukan kekerasan terhadap masyarakat yang memprotes kebijakan tertentu. Misalnya dalam kasus Rempang. Warga yang menyuarakan penolakan justru menghadapi intimidasi dan kekerasan dari aparat. Pola serupa juga terlihat di Papua melalui implementasi program yang disebut Proyek Strategis Nasional (PSN), serta dalam konflik lahan di Halmahera, Maluku Utara. Kasus-kasus ini menjadi bukti peran militer dan polisi dalam membungkam perlawanan rakyat terdampak demi melindungi kepentingan modal.


Teror dan kekerasan sebagai alat kontrol

Telah dijabarkan bahwa kapitalisme sangat bergantung pada mekanisme kontrol sebagai sarana untuk memastikan kelancaran operasional perusahaan dan mempertahankan keuntungan tanpa terganggu oleh gejolak sosial atau perlawanan publik. Dalam konteks ini, negara memegang peran sentral dalam menjaga stabilitas, memantau potensi ancaman, dan menekan gangguan. Strategi-strategi tersebut menjadi bagian integral dari logika kapitalisme; negara berfungsi sebagai polisi global guna melindungi kepentingan ekonomi dominan. Ini bukan hanya terjadi di konteks lokal. Menurut Robinson, kapitalisme juga membentuk jaringan pengawasan global yang mampu menekan negara-negara yang dianggap menyimpang dari kepentingan kapitalis. 

Indonesia, yang dekat dengan aliansi politik dan ekonomi internasional, juga berperan sentral dalam hal pengendalian informasi. Informasi yang “stabil” juga dibutuhkan kapitalisme. Dalam konteks ini lah kita harus menempatkan praktik teror dan kekerasan yang masih sering dihadapi para jurnalis, aktivis, intelektual kritis, akademisi, hingga masyarakat luas.

Berdasarkan data Aliansi Jurnalis Independen (AJI), sepanjang Januari sampai Desember 2024 terdapat 73 kasus teror terhadap wartawan. Sebagian besar pelaku berasal dari institusi kepolisian dengan 19 kasus, disusul oleh TNI sebanyak 11 kasus, serta aparat pemerintah termasuk pejabat legislatif dengan 6 kasus. Lalu ada laporan tahunan Amnesty International berjudul Situasi HAM di Dunia 2024/2025 yang menjabarkan bagaimana berbagai kelompok seperti aktivis, masyarakat adat, petani, nelayan, advokat, akademisi, dan mahasiswa juga mengalami teror dan ancaman. Selama tahun 2024, terjadi 123 serangan yang menargetkan 288 pembela hak asasi manusia. Serangan-serangan yang dimaksud mencakup pelaporan ke polisi, kriminalisasi, penangkapan tanpa dasar hukum, intimidasi, kekerasan fisik, hingga percobaan pembunuhan. Lebih detail: 12 kasus pelaporan terhadap 27 orang; 11 kasus penangkapan sewenang-wenang dengan 87 korban; 7 kasus kriminalisasi terhadap 24 orang; 6 percobaan pembunuhan dengan 7 korban; 78 kasus intimidasi dan kekerasan fisik terhadap 129 orang; serta 9 serangan yang ditujukan pada lembaga pembela HAM.

Serangan seperti yang dialami oleh wartawan Tempo mencerminkan konflik mendasar antara prinsip kebebasan pers dan kepentingan kapitalisme global yang berupaya mengendalikan arus informasi. Dalam sistem kapitalisme, media memegang peranan strategis karena narasi yang dibentuk dapat memengaruhi persepsi publik sekaligus stabilitas ekonomi dan politik. Oleh sebab itu, teror terhadap jurnalis tidak semata-mata merupakan pelanggaran terhadap kebebasan pers, melainkan bagian dari upaya yang lebih luas dalam pengendalian sosial dan naratif demi mempertahankan dominasi kapitalisme. Dalam konteks negara polisi global, tindakan kekerasan ini berfungsi untuk menjaga agar wacana publik tetap berpihak pada kepentingan elite kapitalis dan tidak mengganggu keberlangsungan sistem ekonomi yang menguntungkan kelompok tertentu, baik di tingkat nasional maupun internasional.


Penutup

Dari uraian singkat ini, saya ingin mengatakan bahwa kasus-kasus teror dan kekerasan terhadap jurnalis, aktivis, dan masyarakat mesti dilihat sebagai bagian integral dari operasi struktur kapitalisme itu sendiri. Teror fisik dan mental terhadap kelompok-kelompok kritis bukanlah penyimpangan, melainkan inheren dari kapitalisme yang mengandalkan kekuatan represif seperti polisi dan militer untuk menjaga stabilitas dan melindungi kepentingan ekonomi mereka.

Dengan demikian, respons dalam bentuk perlawanan langsung dari korban atau advokasi terhadap korban teror dan kekerasan juga mesti menyasar pada perlawanan terhadap sistem kapitalisme itu sendiri. Jika tidak, berbagai aksi protes yang muncul cenderung bersifat spontan dan reaktif, tanpa menggoyahkan fondasi sistem yang terus menguat.


Masril Karim adalah anggota Forum Studi Halmahera, Maluku Utara.

]]>
Yang Tidak Dikatakan Media dalam Bentrok di PT GNI https://indoprogress.com/2023/03/bentrok-dan-eksploitasi-di-pt-gni/ Fri, 10 Mar 2023 00:43:56 +0000 https://indoprogress.com/?p=237359 Ilustrasi: jonpey


SEJAK 14 sampai 31 Januari 2023, berita tentang Morowali Utara, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), adalah tentang konflik yang melibatkan tenaga kerja asing (TKA) asal Cina dan buruh lokal di PT Gunbuster Nickel Industri (GNI). Kasus itu dengan cepat menjadi viral di media sosial karena dibingkai sebagai konflik rasial. Para pengamat turut memperkuat asumsi bahwa sentimen rasial adalah biang kerok konflik tersebut.

Dalam tulisan ini saya berargumen bahwa akar masalahnya bukanlah rasisme. Masalah utama dari konflik tersebut adalah eksploitasi PT GNI terhadap pekerjanya serta ketidakpedulian pemerintah terhadap hal tersebut, bahkan mereka berpihak kepada perusahaan. Hal ini misalnya tampak dari pernyataan Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang menyatakan bentrokan dipicu provokasi mogok kerja dan serangan buruh lokal terhadap TKA. Juga Presiden Joko Widodo yang memerintahkan aparat menindak tegas pelaku dan memastikan aktivitas perusahaan kembali beroperasi.


Kondisi Pekerja di PT GNI 

Pada setiap peresmian perusahaan pertambangan, kita selalu menemukan komentar yang mirip dari para pejabat: bahwa kehadiran tambang akan berdampak positif karena salah satunya membuka lapangan pekerjaan bagi warga. Namun tambang untuk kesejahteraan masyarakat hanyalah ilusi. Pada praktiknya justru itu banyak memberikan penderitaan. Hal inilah yang dirasakan oleh TKA Cina maupun pekerja lokal yang bekerja di PT GNI, PT Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS). GNI, VDNI dan OSS merupakan perusahaan milik Jiangsu Delong Nickel Industry Co. Ltd.

Laporan yang diluncurkan oleh China Labor Watch (CLW) berjudul Trapped: The Belt and Road Initiative and Its Chinese Workers melaporkan bagaimana kondisi pekerja asal Cina, termasuk yang bekerja di Indonesia, tidak baik-baik saja. Liu yang bekerja di PT OSS, misalnya, tidak diizinkan pulang meski masa kontrak kerjanya telah selesai. CLW menemukan bahwa perusahaan menahan paspor dan dokumen perjalanannya, juga banyak pekerja lain. Imigrasi Indonesia mengatur paspor baru bisa diurus jika yang lama hilang, bukan karena ditahan perusahaan. Tidak hanya itu, upah mereka pun ditahan bahkan dipotong perusahaan. 

Karena berstatus ilegal, perusahaan memiliki alasan untuk memberlakukan kerja paksa kepada para TKA. 

Dari 124 responden yang bekerja di PT VDNI, hanya 47,6 persen yang mengatakan memegang visa kerja. Lebih dari setengah pekerja tidak memiliki visa kerja. Lalu 33 persen memegang visa bisnis B211. Ini adalah jenis visa mengizinkan orang asing tinggal selama 60 hari, bisa diperpanjang sampai 30 hari, dan bisa diperbarui empat kali–berarti bisa tinggal selama setengah tahun. 

Temuan lain, sebanyak 30 persen responden tidak menandatangani kontrak kerja. Sebagian karena kebiasaan untuk percaya omongan saja sebagaimana yang terjadi di Cina. 

Kasus lain dialami oleh Xiao yang bekerja di PT VDNI. Sebelum berangkat ke Indonesia, ia dijanjikan mendapatkan gaji dengan sistem pay one for one–menerima gaji setiap bulan setelah mendepositokan gaji bulan pertama. Kenyataannya, setelah bekerja selama empat bulan, Xiao hanya dibayar dengan gaji satu bulan dan jumlah gaji yang diterimanya kurang dari yang dijanjikan perusahaan.  

Zhang Qiang dan empat pekerja lain yang juga bekerja di PT VDNI merasakan hal yang sama: paspornya ditahan saat tiba di Indonesia. Ketika masih di Cina, perusahaan menjanjikan upah mereka 15 ribu yuan (sekitar Rp33 juta) per bulan, tapi faktanya yang didapat hanya 1.000 yuan (Rp2,3 juta). Jika berhenti dan kembali ke Cina, perusahaan meminta mereka untuk membayar 50 ribu yuan (Rp110 juta) agar bisa mendapatkan paspor kembali melalui agensi.

Laporan CLW tak hanya soal dokumen dan upah. Mereka menemukan bahwa sejak Juni 2021, tujuh pekerja meninggal di PT VDNI. Tidak ada penjelasan atau pernyataan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Jenazah mereka dikremasi begitu saja. PT VDNI begitu tertutup sebab dijaga ketat oleh unit keamanan yang dibentuk perusahaan dan diperbantukan oleh polisi. Mereka berpatroli selama 24 jam terutama pada pintu masuk. 

Laporan CLW juga menyebut PT VDNI, PT OSS dan PT GNI menerapkan waktu kerja 9,5 jam per hari (tidak termasuk waktu istirahat) dengan beban kerja yang berat dan semua harus cepat. 

Perusahaan melarang para pekerja Cina keluar masuk. Kepada CLW, salah seorang pekerja mengatakan bahwa “kami terkurung dalam pabrik ini sudah lebih dari satu setengah tahun dan tidak pernah bisa keluar dari pabrik. Mereka yang keluar secara rahasia (dan ketahuan) akan kena denda ribuan (yuan) dan ribuan daftar penilaian.” “Penilaian” di sini  merujuk pada serangkaian regulasi dan aturan pelanggaran yang berujung pada pemotongan gaji. Misalnya, sebagaimana dilaporkan oleh seorang buruh, jika ia terlambat 10 menit maka gajinya akan dikurangi satu jam. 

Akibat waktu kerja dan kondisi kerja yang buruk itu, pada Mei 2022, dua TKA Cina yakni MG dan WR bunuh diri. Keduanya memutuskan bunuh diri karena tidak mampu bekerja dengan aturan yang sangat tidak wajar. 

Eksploitasi serupa juga dialami oleh pekerja lokal yang bekerja di PT GNI. Seorang pekerja berinisial YSR meninggal saat bekerja mengoperasikan buldoser pada malam hari tanpa menggunakan lampu penerangan. Ia terseret longsor dan tenggelam ke dasar laut di kedalaman 26 meter. Pekerja lain berinisial HR juga menerima nasib yang sama, meninggal dunia karena tertimbun longsor bersama ekskavator pada 28 Juni 2020. Peristiwa itu baru diketahui oleh perusahaan dua hari setelah kejadian. 

Sementara pekerja dengan inisial AF nyawanya hilang saat bekerja di tungku enam smelter 1 milik PT GNI. Ia ditemukan tidak bernyawa di samping tuas kontrol mesin hidrolik. Lalu, pada Desember 2022, MD dan NS, selebritas Tiktok yang kerap mengunggah pekerjaannya sebagai operator crane, meninggal saat terjadi ledakan tungku di smelter 2, yang juga milik GNI. 

Kecelakaan kerja yang terus terjadi disebabkan karena PT GNI tidak mengindahkan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), bahkan dengan seenaknya memberikan surat peringatan (SP) kepada para pekerja tanpa ada acuan yang jelas. 

Di samping kondisi kerja yang buruk, sebagian besar buruh lokal PT GNI statusnya masih kontrak walaupun telah bekerja selama dua tahun. Bagi PT GNI, pekerja tetap hanya berlaku pada staf HRD (human resource development). PT GNI juga bertindak sewenang-wenang dalam hal pengupahan. Misalnya, para pekerja yang lembur tidak mendapatkan bayaran utuh. Sementara pekerja yang mengambil libur enam hari dari cuti tahunan upahnya dipotong Rp200 ribu per hari. Para pekerja yang tidak masuk karena sakit juga tidak berhak mendapatkan tunjangan keahlian sebesar Rp600 ribu. Perusahaan menganggap pemotongan upah dan tunjangan sebagai kesalahan teknis, bukan kesengajaan.

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.


Pemerintah Melindungi Pertambangan

Berdasarkan catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), selama menjabat sebagai presiden, Jokowi telah memberikan konsesi seluas 11,7 juta hektare dan paling terbanyak berada di sektor pertambangan. Jokowi bahkan dianggap sebagai presiden yang paling agresif membuka hutan untuk pertambangan. Saat ini total hutan yang diberikan kepada para pengusaha nikel sebesar 693.246, 72 hektare. 

Berdasarkan bahan konferensi pers yang disampaikan oleh Menteri Investasi dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia tentang realisasi investasi penanaman modal asing (PMA) Januari-Desember 2022, pertambangan menjadi sektor kedua yang paling diminati di bawah industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya. Sementara Cina berada di urutan kedua negara investor terbesar di Indonesia. Investasinya mencapai 8,2 miliar dolar AS, di bawah Singapura yang investasinya sebanyak 13,3 miliar dolar AS. 

Sulteng adalah salah satu provinsi yang paling banyak diincar oleh PMA karena memiliki potensi sumber daya alam (SDA) seperti nikel. Laporan investigasi Tempo menyebut total izin usaha pertambangan (IUP) nikel di provinsi tersebut, yang diberikan oleh pemerintah pusat, sebanyak 98. Sedangkan Walhi Sulteng mencatat pada 2021 sebanyak 1.150 izin pertambangan mineral logam dan batuan tersebar di 13 kabupaten/kota. Sebagian besar IUP yang beroperasi memiliki relasi dengan perusahaan Cina. 

Atas semua ini, menurut Arianto Sangadji dalam laporan yang diterbitkan oleh Yayasan Auriga Nusantara dan KPK, Sulteng khususnya Morowali telah masuk ke dalam pusaran kapitalisme global, yaitu sebagai pusat produksi terintegrasi nikel setengah jadi dan baja nirkarat.

Masuknya perusahaan Cina di Indonesia merupakan hasil dari lobi-lobi yang dilakukan oleh pemerintah. Mereka menawarkan proyek kepada pengusaha-pengusaha Cina melalui forum KTT Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) pada Oktober 2014. Dalam pidato di forum APEC ke-22 di Beijing, Jokowi mengungkapkan anggaran pemerintah Indonesia untuk mendanai proyek infrastruktur memiliki keterbatasan. Proyek infrastruktur berkaitan erat dengan visi Jokowi yang hendak menjadikan Indonesia sebagai poros maritim–tertera dalam sembilan prioritas pembangunan periode pertama yang disebut Nawacita. Jokowi menargetkan membangun 24 pelabuhan, dimulai dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Lalu proyek 25 bendungan, jaringan kereta api, jaringan transportasi di enam kota besar serta proyek pembangkit listrik. 

Jika proyek ini didanai, Jokowi bersedia menghapus semua hambatan investasi ke Indonesia (Harefa, 2015).

Pidato Jokowi tersebut, sebagaimana dia harapkan, mendapat respons positif dari Cina. Akhirnya, pada 25-27 Maret 2015, Jokowi menandatangani nota kesepahaman terkait investasi Cina di Indonesia. Sebagai tindak lanjut, Wakil Perdana Menteri Cina Liu Yandong berkunjung ke Indonesia pada 27 Mei 2015 (Suciliani dan Muhammad, 2017). Kunjungan tersebut memberikan kejelasan kerja sama antar dua negara: investasi yang bebas hambatan. 

Perjanjian itu diikuti dengan penandatanganan kerja sama project turnkey, yaitu kewajiban untuk mengikutsertakan pekerja Cina dalam program investasi. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya lonjakan jumlah TKA Cina di Indonesia. Menurut data Kementerian Perdagangan Cina, terdapat 592 ribu buruh Cina yang telah bekerja di perusahaan yang menjalin kerja sama dengan Cina pada 2021 lalu. PT GNI sendiri, sejak awal beroperasi, mempekerjakan 1.348 pekerja Cina. Sementara pekerja lokal sebanyak 10.900.


Penutup

Aksi mogok kerja yang dilakukan oleh pekerja PT GNI merupakan protes terhadap eksploitasi yang mereka alami. Akar soal dari konflik ini adalah eksploitasi perusahaan terhadap para pekerja guna mendapatkan keuntungan yang maksimal. Dengan kata lain, konflik pekerja di PT GNI bukan dipicu oleh sentimen rasisme (TKA vs TKI). Narasi rasisme itu malah diciptakan sendiri oleh PT GNI untuk memecah belah persatuan di kalangan pekerja yang sedang berjuang melawan eksploitasi dari perusahaan. 

Melalui narasi rasisme tersebut, selain sukses mengonsolidasikan kekuatan mereka, PT GNI juga berhasil membuat pemerintah semakin teguh berdiri di pihak mereka. Pemerintah bukannya mengeluarkan kebijakan untuk melindungi kepentingan pekerja malah memberikan perlindungan kepada perusahaan.


Masril Karim adalah Ketua Umum HMI Cabang Manado periode 2015-2016. Saat ini tergabung sebagai anggota dari LSM Forum Studi Halmahera (FoSHal) yang berlokasi di Ternate, Maluku Utara.

]]>
Oligarki Lingkaran Jokowi di Pertambangan Halmahera Tengah https://indoprogress.com/2023/01/oligarki-lingkaran-jokowi-di-pertambangan-halmahera-tengah/ Wed, 25 Jan 2023 05:37:59 +0000 https://indoprogress.com/?p=237291 Ilustrasi: Illustruth


SUATU hari di bulan Juli 2021, saya berkunjung ke desa Gemaf, Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Provinsi Maluku Utara, untuk riset. Gemaf adalah salah satu desa yang berdekatan dengan perusahaan tambang nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP). Di sana saya bertemu dengan Mendiang Sandoro yang berusia kurang lebih 50 tahun. Sandoro merupakan petani yang berkebun di tanah milik sendiri. Ia menanam pala, cengkeh dan kelapa yang dipanen secara musiman. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari, ia menanam tomat, rica (cabai) dan jenis lainnya. Dari hasil berkebun itu ia mampu menyekolahkan dan membayar kebutuhan anaknya. Sandoro sudah berkebun selama puluhan tahun. 

Kehidupannya mulai terusik ketika pemerintah mengizinkan PT IWIP melakukan eksplorasi penambangan nikel di sana. Perusahaan membutuhkan lahan seluas 866,44 hektare yang diperoleh, salah satunya, dengan membeli tanah-kebun milik warga. Berbeda dari warga lain yang menjual dengan harga sangat murah (Rp8.000 hingga Rp9.000/meter), Sandoro enggan melepas tanah seluas sekitar enam hektare miliknya, walaupun PT IWIP terus mengirim orang-orang untuk bernegosiasi.

Gagal melakukan negosiasi, perusahaan seenaknya menggusur pohon-pohon cengkeh, pala dan kelapa milik Sandoro yang sudah tertanam puluhan tahun tanpa biaya ganti rugi. Metode lain yang digunakan PT IWIP adalah mengancam memberhentikan secara sepihak salah satu anak Sandoro yang bekerja di perusahaan. Hingga wawancara dilakukan, Sandoro tetap bersikeras tidak menjual tanah-kebunnya.

Kisah serupa disampaikan oleh Mendiang Tulang yang juga warga desa Gemaf. Seperti Sandoro, lelaki berusia sekitar 40 tahun ini adalah juga petani yang menggantungkan hidup dari berkebun. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ia menanam pala, cengkeh, kelapa, pisang dan tanaman lain. Menurut Tulang, sebagian tanah yang berdekatan dengan kebunnya sudah dibeli perusahaan, tapi ia sendiri tetap bersikukuh tidak menjual tanah ke PT IWIP.

Suatu hari, saat Tulang ke kebun, ia melihat ekskavator perusahaan sedang menggusur lahan warga yang telah dijual ikut menggusur pohon cengkeh dan pala miliknya. Spontan Tulang naik pitam dan protes. Ia langsung naik ke ekskavator untuk mematikan mesin dan merampas kunci. Protes Tulang itu membuat PT IWIP melaporkannya ke kepolisian Halteng. Tak lama berselang, beberapa anggota kepolisian mendatangi rumah Tulang dan memintanya mengembalikan kunci mobil ekskavator. Ia mengembalikan kunci tetapi menahan ekskavator agar berhenti menggusur. Sikap keras itu membuat Tulang hampir ditahan polisi.

Dua cerita di atas hanya sebagian dari beragam masalah yang dihadapi masyarakat daerah lingkar tambang di Halteng.[1] Jika terus memprotes, mereka akan berhadapan dengan aparat keamanan yang berpihak pada PT IWIP. Mengharapkan keberpihakan pemerintah daerah baik di Halteng maupun provinsi adalah mustahil karena mereka menutup mata atas praktik penggusuran lahan. Sebaliknya, pemerintah malah memberikan perlindungan kepada PT IWIP dengan alasan bahwa ini Proyek Strategis Nasional berdasarkan Perpres No. 109/2020. PT IWIP juga menjadi Proyek Prioritas Nasional berdasarkan Perpres No. 18/2020.


Sekilas tentang PT IWIP

PT IWIP adalah perusahaan patungan dari tiga investor asal Tiongkok, yaitu Tsingshan Holding Group, Huayou Holding Group, dan Zhenshi Holding Group Co., Ltd. Mengutip Mongabay, mayoritas sahamnya dimiliki oleh Tsingshan (40%) melalui anak perusahaan Perlux Technology Co.Ltd. Sementara Zhenshi dan Huayou menguasai saham masing-masing 30%.

Di tahun 2018, PT IWIP bekerja sama dengan PT Aneka Tambang (Antam) Tbk untuk mengembangkan deposit bijih nikel dan smelter. Melalui kerja sama ini, PT IWIP menjadi kawasan industri terpadu pertama di dunia yang mengolah sumber daya mineral dari mulut tambang hingga produk akhir berupa baterai kendaraan listrik dan besi baja.

PT IWIP juga memfasilitasi investor untuk membangun fasilitas pengolahan industri hilir. Ini bisa dilihat dari beroperasinya dua anak perusahaan Tsingshan di kawasan itu, yakni Weda Bay Nickel Projects (tambang) dan Weda Bay Nikel (smelter).

Menurut dokumen Rangkaian Pasok Industri Nikel Baterai dari Indonesia dan Persoalan Sosial Ekologi  (2020) yang dirilis Aksi untuk Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), di PT IWIP telah beroperasi dua smelter yang menghasilkan feronikel (paduan besi dan nikel) per Oktober 2020. Masing-masing pabrik dimiliki oleh PT Weda Bay Nickel dan PT Yashi Indonesia Investment yang dimiliki oleh Tsingshan dan Zhenshi.

Menurut sumber yang sama, tenant lain yang berada di kawasan PT IWIP yakni produsen nikel baterai PT Youshan Nickel Indonesia. Youshan diperkirakan akan memiliki kapasitas produksi 43.600 ton nickel matte pertahun, dengan nilai total investasi 406,79 juta dolar AS. Youshan sendiri merupakan perusahaan patungan Huayou Group, Chengtun Mining Group, dan Tsingshan Group. Huayou Group, yang juga pemegang saham smelter di Morowali dan Youshan di Weda, selama ini dikenal sebagai penghasil produk kobalt terbesar di Tiongkok.

Berdasarkan booklet Peluang Investasi Nikel Indonesia (2020) yang dikeluarkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Dan Maluku Utara di mana Halteng berada adalah satu dari empat provinsi yang memiliki cadangan nikel terbesar. Dengan potensi kandungan nikel tersebut, Halteng telah menjadi incaran para oligark yang berkongsi dengan kekuasaan untuk melakukan eksploitasi. Pemerintahan Joko Widodo tidak hanya memberikan izin kepada perusahaan untuk mengeksplorasi nikel, tetapi juga perlindungan kepada PT IWIP dengan menetapkannya sebagai Proyek Strategis Nasional.


Keterlibatan Oligarki di PT IWIP

Melihat sepak terjang PT IWIP yang sangat agresif dalam melakukan penggusuran lahan rakyat di Halteng, mengapa pemerintahan Jokowi malah memberikan perlindungan kepada mereka? Jika jawaban atas pertanyaan ini karena PT IWIP adalah bagian dari Proyek Strategis Nasional, maka kita kehilangan arah dalam melihat aspek ekonomi politiknya. Lalu, apa?

Sesungguhnya dalam proyek ini ada kepentingan ekonomi yang sangat besar dari para oligark di sekeliling Presiden.

Dalam melihat aspek ekonomi politik tersebut, definisi oligarki Richard Robinson dan Vedi R Hadiz dapat dijadikan pegangan. Menurut mereka, oligarki adalah praktik relasi kekuasaan yang memungkinkan terkonsentrasinya kekayaan dan otoritas serta perlindungan kolektif terhadap keduanya. Kemunculan oligarki di Indonesia, seiring dengan pertumbuhan dan ekspansi kapitalisme pasar semasa Orde Baru, dipandang sebagai produk usaha akumulasi kekayaan pribadi dan korporasi.

Pengendalian institusi-institusi publik dan otoritas negara menjadi bagian sangat penting dalam proses itu. Perpaduan khusus otoritas politik dan kekuatan ekonomi ini merupakan ciri umum negara-negara yang berbeda pada tahap awal perkembangan kapitalisme. Di Indonesia, proses ini melahirkan bentuk khusus yang disebut Robinson dan Hadiz sebagai oligarki politiko-bisnis.[2]

Praktik semacam itu terus tumbuh terutama pada daerah-daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam (salah satunya nikel) seperti dalam kasus pemilik mayoritas PT IWIP, Tsingshan Holding Group. Mengutip laman TrendAsia yang mendapat data profil perusahaan dari basis data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Tsingshan mendirikan PT Tsingshan Steel, yang kini beroperasi di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), bersama PT Shanghai Decent Indonesia Group dan PT Bintang Delapan Mineral pada Desember 2016.

Di perusahaan yang disebut terakhir, menurut data akta perseroan Ditjen AHU nomor: AHU-AH.01.03-010923 yang dikutip dari Tirto, terdapat nama pensiunan jenderal Sintong Panjaitan sebagai komisaris utama, yang diketahui merupakan karib dari Menko Luhut Binsar Panjaitan. Nama Sintong juga tercatat dalam formulir laporan Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) Indonesia 2018 sebagai presiden komisaris.

Di PT IWIP sendiri pernah tercatat nama Hinsa Siburian sebagai komisaris sebagaimana tertulis dalam dokumen Ditjen AHU nomor: AHU-AH.01.03-0067852. Saat PT Freeport (FI) masih memiliki Blok Wabu, Papua, Hinsa adalah komisaris perusahaan tersebut. Sebelumnya Hinsa pernah menjabat sebagai Pangdam XVII/Cenderawasih Papua pada 2015-2017 dan pada Pilpres 2019 tergabung dalam tim relawan (Cakra 19) pemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin. Pada 21 Mei 2019, Hinsa diangkat oleh Jokowi sebagai Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Daftar oligark di sekeliling Jokowi tak berhenti di kalangan para mantan jenderal. Dari kalangan sipil ada nama Andi Gani Nena Wea yang merupakan komisaris utama merangkap komisaris independen di PT Pembangunan Perumahan (PP) (Persero) Tbk. PT PP, melalui anak usaha PT PP Presisi, menjadi perusahaan production plant, structure work dan penyewa alat berat di PT IWIP. Andi Gani merupakan orang yang dekat dengan Jokowi saat masih menjabat sebagai wali kota. Jabatan penting lainnya adalah Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI). Pada Pilpres 2019, KSPSI mendukung Jokowi selama dua periode. Andi Gani dan serikatnya juga merupakan salah satu inisiator Partai Buruh.

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Untuk menunjang produksi melalui pembakaran pada smelter dan PLTU, PT IWIP membutuhkan batu bara dalam jumlah yang banyak. Komoditas tersebut dipasok dari Kalimantan melalui tongkang. Kepada penulis, seorang pekerja di site batu bara memperlihatkan surat bongkar yang menunjukkan bahwa salah satu perusahaan yang terlibat adalah Jhonlin Group milik Andi Syamsuddin Arsyad, yang dikenal sebagai Haji Isam. Pengusaha batu bara dari Batu Licin, Kalimantan Selatan ini pada Pilpres 2019 tercatat sebagai Wakil Bendahara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Amin. Pada Oktober 2021, Jokowi meresmikan pabrik biodiesel PT Jhonlin Agro Raya milik Haji Isam di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel.

Selain itu juga tercatat nama konglomerat Kiki Barki, pemilik PT Harum Energi Tbk (HRUM), yang ikut terciprat untung dari nikel di Halteng. Pada Desember 2021, PT Tanito Harum Nikel, anak perusahaan HRUM, menambahkan kepemilikan saham di salah satu perusahaan yang beroperasi di PT IWIP, PT Infei Metal Industri (IMI), sebesar 9,8% menjadi 49%. PT IMI bergerak di bidang pengolahan dan pemurnian nikel. Kemudian, pada 27 April 2022, anak usaha bernama PT Harum Nickel Industri (HNI) juga mengambil 250 ribu lembar saham PT Westrong Metal Industri sehingga menguasai 20% kepemilikan. Perusahaan tersebut juga bergerak di bidang pemurnian di IWIP dengan kapasitas produksi dalam setahun sebesar 44.000-56.000 ton nikel.

Kiki Barki Makmur merupakan pengusaha batu bara lama yang pernah menjabat sebagai Asisten Khusus Menteri Pertanahan pada 2011. Hubungannya dengan kekuasaan berawal dari perusahaan tambang di Vietnam bernama PT Vietmindo Energitama. Di perusahaan itu Pramono Anung pernah menjadi direkturnya dari 1988 hingga 1996. Pada periode yang sama, Pramono juga menjabat sebagai Direktur PT Tanito Harum, anak perusahaan PT Harum Energy. Pramono adalah politikus dari partai yang sama dengan Jokowi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), bahkan menjabat sebagai sekretaris jenderalnya pada 2005-2010. Pramono juga merupakan Wakil Ketua DPR periode 2009-2014. Di era pemerintahan Jokowi, tepatnya sejak 2015 sampai sekarang, Pramono langgeng sebagai sekretaris kabinet.

Dengan modal dan relasi yang dimiliki, Kiki pernah mencoba memengaruhi Jokowi untuk menyelamatkan anak usaha HRUM yakni PT Tanito Harum yang masa kontraknya berakhir pada 2019. Empat hari menjelang masa kontrak berakhir, Presiden melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memberikan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada mereka tanpa melalui proses lelang. Seperti ditulis Tempo, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat itu, Agus Rahardjo, menanggapi keputusan tersebut dengan langsung mengingatkan Jokowi bahwa perizinan batu bara tetap merujuk pada Undang-Undang Minerba yang baru, bukan pada aturan lama. 

Meskipun akhirnya izin dibatalkan, kasus ini memberikan kita gambaran bahwa hukum dengan begitu mudahnya dibajak dan diakali oleh para oligark hanya untuk menyelamatkan bisnis dan kepentingan mereka dan orang-orang di sekelilingnya.


Penutup

PT IWIP telah memaksa rakyat, dengan berbagai cara, melepaskan tanahnya. Jika tak mau menjual dengan harga murah, mereka harus menghadapi intimidasi dari perusahaan serta dampak kerusakan lingkungan dari aktivitas pertambangan.

Beroperasinya PT IWIP terbukti melibatkan banyak pihak, tidak hanya perusahaan-perusahaan multinasional tetapi juga para oligark yang berada dalam lingkaran Presiden. Hal ini sekaligus memberikan penegasan bahwa beroperasinya PT IWIP bukan semata-mata demi kepentingan nasional yang dilindungi atas nama Objek Vital Nasional, tapi juga sebagai modus akumulasi kekayaan para oligark.***


[1] Mengenai dampak kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan di Halteng ini, lihat laporan Mongabay berjudul Ketika Tambang Nikel ‘Kuasai’ Hutan Halmahera Tengah, diakses pada 2 Januari, 2023.

[2] “Ekonomi Politik Oligarki dan Pengorganisasian Kembali Kekuasaan di Indonesia”, Vedi R Hadiz dan Richard Robinson, diterjemahkan oleh Ahmad Zaim Rofiqi, Prisma volume, 33, 2014, hal 37.


 Masril Karim adalah Ketua Umum HMI Cabang Manado periode 2015-2016. Saat ini tergabung sebagai anggota dari LSM Forum Studi Halmahera (FoSHal) yang berlokasi di Ternate, Maluku Utara.

]]>